Monday, December 1, 2008

MENGISI JERAMI KE DALAM PALUNGAN YESUS

Tradisi Menyambut Hari Natal

Semuanya dimulai beberapa tahun yang lalu. Waktu itu beberapa minggu menjelang Natal. Keluarga kami sibuk menyiapkan keperluan liburan Natal. Suasana gembira terasa di mana-mana. Kedua anak kami, Adam, usia 3 tahun, dan Shannon, 8 tahun, dengan gembira memanggang kue untuk hari Natal. Saya pergi ke toko berbelanja untuk Natal. Dan suami saya, Larry, mencari pohon cemara yang baik. Di pintu muka tergantung hiasan Natal berupa bunga dan daun yang dipilin membentuk lingkaran, dan di dalam rumah, lilin serta daun untuk hiasan Natal menyempurnakan suasana pesta.

Tetapi pada suatu sore, setelah hari yang panjang yang penuh dengan kegiatan memanggang kue dan membungkus hadiah, saya berjalan ke ruang duduk, menghempaskan badan yang penat ke sofa yang empuk dan menumpangkan kaki saya yang letih di atas meja kecil. Keceriaan menyambut hari Natal sudah berubah menjadi keletihan dan sukacitanya perlahan-lahan memudar. Saya bertanya-tanya, "Di manakah suasana persiapan ini tersirat pesan bahwa Kristus telah datang ke dunia?" Kelihatannya keluarga kami begitu sibuk mempersiapkan perayaan Natal sehingga kami mungkin telah melupakan makna Natal yang sebenarnya.

Malam itu, saya menceritakan keprihatinan saya kepada Larry. "Bagaimana caranya supaya kita dapat memasukkan Kristus pada perayaan Natal?" saya bertanya kepadanya. Rupanya ia sependapat dengan saya, bahwa materialisme telah menguasai keluarga kami dan kami harus kembali memerhatikan hal yang rohani -- kedatangan Kristus.

Kami tidak membatalkan pesta Natal yang sudah kami persiapkan, tetapi kami menambahkan sesuatu yang berarti bagi kami semua. Kami mengeluarkan hiasan yang menggambarkan suasana di palungan dan menempatkannya di tempat yang jelas terlihat di ruang makan. Seperti biasanya, anak-anak mengeluarkan dengan hati-hati patung-patung hiasan yang disimpan sejak suami saya masih kecil, dan menempatkan patung-patung hiasan itu di sekeliling palungan.

Tetapi kami membiarkan tempat tidur bayi itu tetap kosong. Di dekat palungan, kami menaruh sebuah mangkuk kecil yang diisi dengan beberapa batang jerami. Karena semua tahu bayi memerlukan tempat tidur yang empuk dan nyaman, kami menjelaskan bahwa kami semua harus bersiap-siap untuk menyambut kedatangan bayi Yesus, dan kami akan mengisi tempat tidur-Nya dengan batang-batang jerami.

Lalu kami berdua mengemukakan bagian yang paling penting dari kebiasaan yang baru ini kepada mereka. "Memberikan hadiah pada hari Natal adalah suatu ungkapan kasih," jelas Larry. "Kalian juga dapat memberikan hadiah untuk bayi Yesus." Wajah mereka tampak berseri-seri.

"Benar," lanjut saya. "Kita tidak akan memberikan hadiah yang terbungkus dan berpita sambil berlutut di hadapan tempat tidur-Nya, tetapi kita mengungkapkan dengan berbuat baik untuk orang lain atas nama-Nya. Dan setiap kali kita berbuat baik untuk orang lain, kita akan menaruh jerami di tempat tidur yang masih kosong. Sebelum Natal tiba, kita semua sudah memberikan hadiah yang istimewa untuk bayi Yesus." Anak-anak kami mengangguk-angguk penuh semangat. Mereka ingin cepat-cepat memulainya.

Dalam minggu-minggu menjelang Natal, antisipasi istimewa ini menambah semarak suasana rumah kami. Kebaikan hati yang dilakukan diam-diam, palungan itu sedikit demi sedikit mulai terisi ....

Suatu sore, waktu saya pulang ke rumah, piring-piring kotor yang dipakai untuk sarapan sudah dicuci. Setelah seharian bermain kereta luncur di salju, Adam (dibantu ayahnya) diam-diam membersihkan kereta luncur Shannon. Telepon dari Nana memberitahukan bahwa anak-anak telah mengirimkan kartu Natal istimewa yang mereka gambar sendiri. Dan suatu pagi, ketika bangun, kami mendapati dua wajah bulat berseri-seri yang siap melayani kami dengan "sarapan di tempat tidur" dengan semangkuk susu dan beberapa sendok penuh "cereal"
(makanan yang terbuat dari gandum).

Demikianlah suasana ini terus berlanjut. Bahkan saya memergoki teman Adam berjingkat-jingkat masuk ke rumah meletakkan beberapa batang jerami. Kejutan-kejutan kecil tak pernah berhenti, tumpukan jerami yang semakin tebal membuat palungan itu tampak nyaman.

Dan di hari Natal, tempat tidur itu sudah penuh dengan jerami, dan dengan hati-hati, Shannon menempatkan bayi itu di atas kasur jerami yang sudah diisi dengan kasih. Setelah sarapan, kami berkumpul mengelilingi palungan, membawa kue yang istimewa dan menyanyikan lagu "Selamat Ulang Tahun" untuk Yesus.

Setiap tahun, kami mengulangi tradisi ini, dan setiap kali menjadi semakin istimewa. Waktu kami menyanyi untuk Dia di pagi hari Natal, kami mengingat kembali bahwa hari itu adalah hari kelahiran-Nya, dan kami sudah bersiap-siap menyambut kedatangan-Nya dan memberikan banyak hadiah sebagai ungkapan kasih kepada-Nya.

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku: Kisah Nyata Seputar Natal
Judul asli buku: The New Guideposts Christmas Treasury
Penulis: Lynne Laukhuf
Penerjemah: Ir. Ny. Christine Sujana
Penerbit: Yayasan Kalam Hidup, Bandung 1989
Halaman: 14 -- 16

1 comments:

David Hotary P said...

memang seringkali natal disalah artikan ya, apalagi dengan semangat konsumerisme sekarang ini, semuanya itu kayanya materialistis :D

tx for sharing the article,
Gbu

sedikit saran, untuk identitas kenapa tidak dibolehkan dari alamat url? sehingga kalau ada yang mau komen tp bukan dari bloger WP or blogspot tetap bisa memberikan identitasnya .. :)

Post a Comment