Tuesday, December 23, 2008

Reformator Skotlandia

Pada masa Skotlandia masih menjadi negara feodal dengan pola pemerintahan yang korup, gereja dijadikan alat oleh penguasa untuk menyelewengkan kebenaran dan menancapkan kekuasaannya. Orang-orang yang terpanggil untuk menegakkan kebenaran yang bersumber pada Alkitab berusaha dengan tekad dan semangat pantang menyerah untuk melawan dengan taruhan nyawa. John Knox lahir di tengah kondisi seperti ini di Haddinton, dekat Edinburg pada tahun 1513. Ketertarikan Knox pada protestanisme dimulai saat usia 13 tahun karena kekagumannya pada khotbah-khotbah John Wishart yang dihukum bakar pada tahun 1546.

Knox menyelesaikan pendidikannya di Universitas Glasgow, setelah itu dinobatkan menjadi pendeta. Dalam ajaran-ajaran yang disampaikan ia banyak membela Wishart di hadapan penentang-penentang ajarannya. Saat itu orientasi gereja hanya pada pembangunan fisik, gedung-gedung mewah, tempat-tempat pemujaan berhala di mana-mana. Penyelewengan ini menimbulkan semangat di hati Knox untuk menegakkan kebenaran yang sesuai Firman Tuhan. Tapi karena sikap dan perlawanannya ini, Knox lalu dipenjara selama 19 bulan.

Keluar dari penjara, Knox menyeberang ke Inggris. Di sana ia diangkat menjadi salah satu imam kerajaan oleh Raja Edward VI. Tapi ketika Mary Tudor naik tahta ia menyeberang ke Jerman dan Swiss. Di tempat ini ia melibatkan diri pada kegiatan menentang pemerintahan gereja. Bersama teman-temannya ia memperkenalkan lebih jauh ajaran reformasi sebagai pola ibadah, tapi ia mendapat tentangan yang keras dari kaum konservatif.

Tahun 1559 Knox kembali ke Skotlandia. Ia menemukan satu kondisi kehidupan masyarakat yang memprihatinkan dirinya. Pola ibadah yang tidak sesuai dengan ajaran Alkitab dan aneka bentuk penyelewengan oleh pejabat gereja merajalela. Di tempat asalnya ini, ia langsung menyerang praktek-praktek penyembahan berhala dan menghancurkannya. Banyak orang yang menanggapi apa yang ia sampaikan dengan terus terang dan tanpa rasa takut itu. Ia mengajak rakyat untuk merumuskan kembali ajaran-ajaran seperti yang Alkitab ajarkan. Khotbah-khotbahnya berkuasa dan mempengaruhi pendengar untuk melakukan perombakan besar-besaran.

Bagi Knox, kekristenan tidak bisa diukur dengan banyaknya bangunan megah. Akan tetapi pada pertumbuhan kerohanian dan pengenalan akan Tuhan Yesus Kristus. Pengaruh Knox adalah mulai diberlakukannya sistem gereja presbiterian di Skotlandia. Hal lain yang dihasilkan adalah makin terbinanya dunia pendidikan yang sebelumnya tidak tergarap dengan baik. Knox sangat menaruh perhatian pada pengenalan akan Yesus dan Injil di segala penjuru Skotlandia. Dengan tegas dan tanpa takut sedikitpun ia menyuarakan ajaran reformasi. Baginya Skotlandia harus dimenangkan bagi Tuhan, gereja harus bergerak dengan dasar pelayanan seperti yang Alkitab ajarkan.

Karya besar Knox adalah sejarah reformasi di Skotlandia dan tantangannya. Karya ini belum berhasil ia selesaikan sampai tahun 1644. Dalam karangan berjudul “Scot Confession 15” ia bersama reformator lainnya menulis: “Sekalipun kita dilahirkan kembali, bila kita mengatakan bahwa kita tidak berdosa, kita menipu diri sendiri dan kebenaran Allah tidak ada sama sekali pada kita... Seperti Bapa melihat kita pada tubuh AnakNya, Yesus Kristus. Dia menerima ketidaksempurnaan kita, manakala kita mampu menyerah secara sempurna, dan menutup segala kelemahan kita dengan kebenaran AnakNya.”

John Knox dipanggil Bapa di sorga pada tahun 1572, tapi karya dan pengabdiannya tetap berbicara sampai saat ini sebagai salah seorang tokoh pembentuk doktrin gereja protestan dan pola ibadah. Di pusara tempat peristirahatannya yang terakhir, terukir dengan indah sebuah kalimat: “Di sini terbaring seorang yang tak pernah mengenal rasa takut pada manusia. John Knox.” (Elia Stories)

Sunday, December 21, 2008

Hari Ibu

Salah seorang teman saya membuat renungan ini tentang ibunya, untuk memperingati hari ibu. Artikel yang luar biasa, dan sekarang saya bagikan kepada kalian semua.

Semenjak memiliki teman yang tanggal ulang tahunnya tepat berjarak 6 bulan dari tanggal ulang tahun saya sendiri, saya hampir selalu mengingat "ulang setengah tahun" saya. Begitu juga setiap saya berulang tahun, saya akan mengucapkan "selamat ulang setengah tahun" kepada teman saya itu. Contohnya tahun ini, waktu saya berulang tahun ke-29, saya mengucapkan "selamat ulang setengah tahun" ke-30,5 kepada teman saya itu. Hahaha...itu sebuah kebiasaan unik & menyenangkan yang saya lakukan semenjak usia 23 tahun. Dan saya suka melakukan hal-hal yang menyenangkan diri saya sendiri di "hari ulang setengah tahun" saya. Bisa dengan makan di restoran yang saya suka, sendirian atau bersama teman yang tidak sadar saya sedang merayakan sesuatu (karena saya selalu ingin hal ini jadi kenikmatan pribadi,hahaha..). Atau sekedar makan chocolate bar yang biasanya saya hindari.

Bulan ini, saat saya tepat berusia 29,5 tahun...di hari itu saya baru menyadari bahwa jarak usia saya dengan Mama saya adalah 29 tahun 6 bulan 3 hari. Beberapa hari sebelumnya, saya mengarahkan mata saya tepat ke wajah Mama sambil mendengarkan cerita beliau ketika kami berdua menunggu bakmi yang kami pesan di kedai bakmi Alok. Saya memang terkadang menyempatkan diri "dating" berdua baik dengan Mama atau pun Papa untuk mendengarkan mereka. Hanya mendengar...tidak banyak berbicara. Saat itu saya menyusuri wajah Mama, sebenarnya saya mencoba mencari apakah ada perbedaan sebelum dan sesudah Mama mengkonsumsi suplemen yang saya belikan selama 2 bulan terakhir. Dan...yang saya temukan bukan perbedaan "before-after" melainkan sebuah kesadaran..., "Wow...wanita ini...yang dulu sedemikian kuat di mata saya...sekarang sudah sedemikian tua.".

Ketika saya sedang merenung di "hari ulang setengah tahun" saya yang ke-29,5 saya teringat wajah Mama & pengalaman selama beberapa detik di kedai bakmi Alok beberapa hari sebelumnya.

Wanita ini yang dulu melahirkan saya. Wanita-wanita yang melahirkan bayinya dengan persalinan normal menurut saya hebat. Tapi, menurut saya, Mama melebihi kebanyakan wanita saat melahirkan saya karena saya terlahir dengan posisi sungsang. Semestinya bayi terlahir dengan posisi kepala duluan sehingga setelah kepala berhasil keluar, badan bayi dengan mudah dapat ditarik keluar. Saya terlahir dengan posisi sungsang, bukan kaki saya duluan yang keluar melainkan posisi bokong saya yang berada di bawah. Itu berarti saya keluar dengan posisi terlipat dua dan ketebalan badan saya dua kali lipat dari ukuran semestinya. Percayakah semua itu terjadi lewat proses persalinan normal yang hanya dibantu seorang dukun beranak atau bidan tradisional supaya terdengar sedikit keren, hahaha.... Saat itu Papa bekerja di camp penebangan kayu di tengah hutan Kalimantan. Tidak ada dokter karena dokter perusahaan yang semestinya ada sedang dilarikan akibat sebuah kasus malpraktek.

Wanita ini juga yang dengan tabahnya menggendong saya kesana kemari mencari pengobatan setelah salah satu kaki saya terlindas mobil jemputan sekolah sampai tidak bisa jalan. Papa tidak ada karena bekerja di luar pulau. Berat badan saya saat itu sudah 30kg. Saya masih ingat rasanya digendong dengan kain jarik panjang. Dia tidak menyuruh pembantu ataupun orang lain yang menggendong saya. Mama memilih dirinya sendiri yang menggendong saya.

Wanita ini juga yang menemani saya makan di meja makan sambil mendengarkan cerita saya sepulang sekolah. Wanita ini yang memukul saya ketika saya berbohong atau saat dia menemukan hasil ulangan matematika dengan nilai 3,5 lalu menyuruh saya mengerjakan semua soal di buku matematika kelas VI SD selama 1 minggu yang semestinya merupakan bahan pelajaran selama 1 tahun. Wanita ini yang mengajak saya nonton bioskop 2 hari sebelum ujian nasional SMP dengan alasan supaya bisa refreshing.

Wanita ini yang memerintahkan, memohon sekaligus memperjuangkan supaya saya tidak meninggalkan kuliah kedokteran gigi disaat saya hampir menyerah kepada kondisi keuangan yang sulit. Wanita yang sama juga yang duduk di samping saya setelah upacara pengambilan sumpah dokter dan berkata..., "Ingat, jangan sombong...keberhasilan kamu adalah berkat doa banyak orang. Harus melayani Tuhan dan masyarakat.".
Wanita yang dulu di mata saya sedemikian kuat. Yang pernah saya setengah hujat karena ke-diktaktor-annya namun juga saya cinta setengah mati.

Ketika beranjak dewasa, banyak hal yang tidak dapat saya ceritakan kepada Mama tapi ketika saya penat & tertekan kadang saya hanya pulang, duduk atau berbaring di samping Mama tanpa bicara. Dan seperti ada 'pain killer' yang disuntikkan ke hati maupun pikiran saya yang kalut
.
Sekarang...Wanita yang sama, terkadang mengirimkan SMS, "Boleh Mama datang ke tempat Esti? Mama pengen ngobrol.". Wanita yang dulu setia mendengarkan saya, sekarang butuh didengar... Dan saya mendengar...bukan obrolan tentang rencana perawatan seperti yang sering saya diskusikan dengan teman-teman sejawat...bukan tentang harga dollar yang naik turun...bukan tentang rencana ekspansi bisnis atau cara dapat uang tambahan.

Saya mendengar...tentang kakinya yang sakit lalu sembuh...tentang halaman rumah yang semestinya dibersihkan tapi belum sempat...tentang cumi panggang yang gagal diolah dengan baik...tentang sulitnya menghadapi Papa yang menurut beliau sudah tua (hanya beda 1 tahun dari Mama,hahaha...)...tentang pergi dengan para ibu-ibu lainnya...tentang keinginannya untuk gunting rambut tapi belum sempat...tentang menu makanan untuk Natal dan kue yang ingin dia beli...dan tentang banyak hal "kecil" lain yang mungkin akan saya abaikan seandainya orang lain yang bercerita.
Wajah Mama akan berbinar-binar bahkan setelah hanya sekedar ngobrol atau saya temani belanja di hypermarket. Wanita ini, yang tidak akan segan-segan saya peluk dan cium tangannya di tengah kerumunan orang banyak atau di ruang tunggu praktek saya yang dipenuhi pasien sekalipun.

Wanita ini...yang dengan kelebihan maupun kelemahannya, keberhasilan maupun kesalahannya...bukti hidup dari kasih Bapa Surgawi.. Yang memberikan bukti bahwa pernah hidup seorang wanita yang layak mendengar...

Anak-anaknya bangun, dan menyebutnya berbahagia, pula suaminya memuji dia : banyak wanita telah berbuat baik, tetapi kau melebihi mereka semua.

Happy Birthday, Mama...
December 21st, 2008.

Happy Mother's day for every Mom..
December 22nd, 2008.

Kapan terakhir kali kamu, setelah menjadi manusia dewasa yang bergelar pengusaha, karyawan atau profesional muda, menatap dan mendengarkan wanita yang kamu panggil Ibu, Mama, Mami, Bunda, Mom atau apapun sebutannya di keluargamu? Spend your time with your mom because you don't understand how long she will be with you.

Cheers,

Esti - the dentist
Thursday, December 4, 2008

DEMONSTRASI KEKUATAAN BERGANTUNG KEPADA TUHAN

Bacaan Firman Tuhan hari ini: Mazmur 23:1-6.

Domba adalah ternak paling bodoh yang hidupnya hanya bergantung pada gembalanya. Kalau domba menemukan rumput yang hijau untuk dimakan, maka ia akan terus-menerus menundukkan kepalanya sehingga serigala atau beruang dengan mudah memangga mereka. Jika domba sedang kehausan, maka lidahnya akan terus-menerus dijulurkan keluar, sehingga lalat bisa melengket dan menjadi racun bagi domba. Ketika domba menemukan air, maka ia akan minum sambil meniarap tanpa sadar bahwa air dapat merembes ke dalam bulunya yang tebal dan panjang itu sehingga mereka terjerembab ke dalam lumpur dan mati lemas. Domba tidak dapat membela dirinya jika diserang oleh binatang yang lain. Itulah sebabnya, kelangsungan hidup domba sangat bergantung kepada gembala untuk menuntun mereka ke tempat yang aman. Mungkin karena itulah, Daud menyebut Tuhan sebagai gembala jiwanya. 4M hari ini, kita akan merenungkan kekuatan ketergantungan kita kepada Tuhan, seperti domba terhadap gambalanya.

Pokok-pokok Doa hari ini:
Doakan orang-orang di komsel Anda untuk menjadikan Tuhan sebagai Gembala mereka.

Ayat hafalan minggu ini:
“Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna,”(Matius 5:48).
Wednesday, December 3, 2008

HASIL YANG LUAR BIASA JIKA HIKMAT BEKERJA

Bacaan Firman Tuhan hari ini: I Raja-raja 4:21-34.

Banyak orang yang mengagumi kehebatan Salomo, karena hikmatnya tak tertandingi oleh siapa pun di bawah kolong langit ini, kecuali Tuhan Yesus. Ia menciptakan ribuan lagu, sajak dan banyak hal sehingga namanya menjadi sangat terkenal. Tetapi dari manakah Salomo memperoleh hikmat sehebat itu? Pada awalnya, Tuhan menampakan diri kepada Salomo dalam mimpi dan bertanya apa yang ia minta, tetapi ia tidak meminta apapun selain hikmat. Lalu, Tuhan menjawabnya demikian, “... Sesungguhnya Aku memberikan kepadamu hati yang penuh hikmat dan pengertian, sehingga sebelum engkau tidak ada seorangpun seperti engkau dan sesudah engkau takkan bangkit seorangpun seperti engkau. Dan juga apa yang tidak kauminta Aku berikan kepadamu, baik kekayaan maupun kemuliaan, sehingga sepanjang umurmu takkan ada seorang pun seperti engkau di antara raja-raja,”(I Raja-raja 3:12-13). Mari, pahami dulu apa maksud Tuhan terhadap hikmat yang diberikan-Nya kepada Anda.

Pokok Doa hari ini:
Doakan teman-teman Anda yang membutuhkan hikmat Tuhan.

Ayat hafalan minggu ini:
“Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna,”(Matius 5:48).

Natal adalah "D-Day"

Ada dua macam pandangan tentang sejarah. Yang pertama, sejarah sebagai lingkaran. Sejarah dipandang sebagai rentetan peristiwa yang berputar dan berulang kembali tanpa arah dan tujuan. Seperti perputaran matahari atau bulan, sejarah adalah perputaran peristiwa yang tak berujung pangkal. Sejarah adalah ibarat lingkaran yang tidak ada habis-habisnya. Apa yang dulu lenyap akan muncul lagi untuk kemudian lenyap lagi dan kemudian muncul lagi.

Yang kedua, sejarah sebagai garis lurus. Sejarah dipandang sebagai rentetan peristiwa yang berkaitan satu sama lain dan mempunyai satu arah dan suatu tujuan. Jadi, sejarah mempunyai makna. Sejarah adalah ibarat garis lurus yang terus memanjang dan bahkan menanjak menuju masa depan.

Pandangan kedua inilah yang dikembangkan umat Israel sepanjang Kitab Perjanjian Lama. Umat itu menghayati peristiwa demi peristiwa sebagai titik demi titik yang terus memanjang dan membentuk garis lurus.

Penghayatan umat itu mulai timbul karena mereka menyaksikan dan mengalami perbuatan-perbuatan yang besar dari Allah. Misalnya, pembebasan dari perbudakan di Mesir, penyebrangan di Laut Merah, perjanjian dengan Allah di Sinai dan puluhan peristiwa lainnya sepanjang perjalanan menuju tanah perjanjian. Umat mulai biasa berpikir, berorientasi dan berpengharapan mengarah ke masa depan.

Apa isi pengharapan itu? Datangnya Mesias, datangnya Kerajaan Allah. Pengharapan itu bukan timbul karena umat mencita-citakan sesuatu yang belum ada. Sebaiknya, pengharapan itu timbul karena umat sudah meyaksikan perbuatan Allah di masa lampau, dalam hal ini, sepanjang perjalanan "exodus" ke tanah perjanjian.

Lalu terjadilah kelahiran Yesus. Kejadian ini adalah satu titik dan momen yang menentukan dalam garis sejarah. Yesus datang sebagai pewujud yang mula-mula dalam Kerajaan Allah yang dinantikan itu. Yesus berkata, "Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Roh Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu" (Matius 12:28). Selama tiga tahun Yesus "menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin, memberitakan pembebasan kepada orang- orang tawanan, penglihatan bagi orang-orang buta, membebaskan orang- orang tertindas dan memberitakan kedatangan tahun rahmat Tuhan" (Lukas 4:18,19).

Sebab itu, kelahiran dan kedatangan Yesus membuka babak baru dalam garis sejarah. Sejarah memasuki babak di mana tanda-tanda Kerajaan Allah mulai ditampakkan oleh Yesus. Tanda-tanda yang Yesus lakukan itu memperjelas garis sejarah yang menuju kepada datangnya dan berlakunya Kerajaan Allah secara sempurna, yaitu keadaan baru di bumi ini di mana kedaulatan dan pemerintahan Allah ditaati manusia.

Mungkin Anda berkata, "Mengapa tidak langsung saja Yesus mendirikan Kerajaan Allah yang sempurna itu, dan mengapa masih banyak ketidakberesan di dunia padahal Yesus sudah datang?"

Baiklah pertanyaan Anda dijawab dengan satu contoh. Dalam Perang Dunia II seluruh dataran Eropa dikuasai Hitler. Pada suatu hari, tibalah saat yang menentukan. Pasukan sekutu mendarat untuk membebaskan Eropa. Hari itu disebut "D-Day" yaitu "Decision Day" atau Hari Penentuan. Tetapi D-Day tidak berarti bahwa daratan Eropa langsung menjadi bebas. Samasekali tidak. Yang terjadi adalah peningkatan dan percepatan pertempuran. D-Day malah menimbulkan pertempuran besar yang mengakibatkan banyak penderitaan. Pertempuran itulah yang kemudian membebaskan daratan Eropa. Akhirnya seluruh daratan Eropa bebas. Itulah yang disebut "V-Day" yaitu "Victory Day" atau Hari Kemenangan.

Natal adalah D-Day. Yesus datang dengan Injil yang membebaskan, yaitu berita kesukaan mengenai pertobatan dan pembaharuan yang tersedia bagi manusia (Markus 1:15), serta kebebasan, keadilan, kebenaran, dan kesejahteraan yang dikehendaki Allah untuk dunia (Lukas 4:18-21). Sesudah mengutip ayat-ayat itu, Tuhan Yesus menegaskan, "Pada hari ini genaplah nas ini ...." (Lukas 4:21).

Lalu, apa yang harus kita lakukan? Dalam perumpamaan di Matius 24 Yesus berkata, "Berjaga-jagalah kamu". Ini bukan berarti menunggu atau meramalkan masa depan. Melainkan turut bekerja dengan Yesus menampakkan tanda-tanda Kerajaan Allah itu. Akan tibalah nanti suatu "V-Day", dimana Allah sendiri akan menyempurnakan Kerajaan-Nya itu (baca Wahyu 21).

Sekarang kita hidup dalam babak sejarah antara D-Day dan V-Day. Inilah babak peningkatan dan percepatan tugas. Babak untuk mendengarkan dan mempendengarkan Injil.

Sekarang kita hidup di babak sejarah di mana, dalam garis lurus yang memanjang dan menanjak ke masa depan, kita diberi kesempatan menjadi "kawan sekerja Allah" (1Korintus 3:9).

Dan Yesus berkata, "Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang" (Matius 24:46).

Sumber:
Judul Buku: Selamat Natal: 33 Renungan tentang Natal
Pengarang: Dr. Andar Ismail
Halaman: 53 - 55
Penerbit: BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2002

Tuesday, December 2, 2008

99% KERINGAT

Bacaan Firman Tuhan hari ini: Pengkhotbah 11:1-8

Pada umur 7 tahun, Edison bersama orang tuanya pindah ke Port Huron, Michigan. Ia masuk sekolah di sana. Tetapi 3 bulan kemudian ia terpaksa harus dikeluarkan dari sekolah, karena ayahnya sendiri dan para gurunya berpendapat bahwa Edison sangat bodoh dan tidak dapat diajar. “Anak itu sangat bodoh, kepalanya kosong, tak dapat diajar!” kata guru Edison kepada penilik sekolah. Belum lagi ditambahkan oleh gurunya, “anak ini berotak udang.” Kata-kata itu sangat menusuk perasaan Edison namun membangkitkan semangatnya untuk berprestasi. Ia beruntung karena ibunya mencintai Edison dengan mengajarnya untuk membaca, menulis dan berhitung ditambah dengan mendoakan dia. Cara mengajar ibunya sangat mendorong Edison dengan mengadakan eksperimen sendiri. Akhirnya Edison menjadi salah satu penemu terbesar di dunia ini. Ia seorang yang jenius, orang yang berbakat besar untuk menciptakan sesuatu. Edison sering mengalami kegagalan, tetap ia tidak kenal putus asa. Untuk menemukan kawat pijar, ia mengalami 9000 kali kegagalan. Untuk menemukan aki, ia mengalami kegagalan 10.000 kali. Namun ia berusaha terus sampai ia mendapatkan yang ia cari. Edison berkata, “Jenius adalah 1% bakat, 99% keringat.” Maksudnya, kalau ingin berhasil, kita harus bekerja keras. Hasil pikiran Edison telah membuat umat manusia dapat menikmati tenaga listrik, bioskop, telepon, telegraf, radio, televisi, tape recorder dan lain-lain sebagainya. (Secangkir Sup Bagi Jiwa Anda #1, Metanoia Publishing)

Pokok doa hari ini:
Doakan orang-orang Kristen untuk mengandalkan Tuhan di dalam bekerja.

Ayat hafalan minggu ini:
“Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna,”(Matius 5:48).

Monday, December 1, 2008

MENGISI JERAMI KE DALAM PALUNGAN YESUS

Tradisi Menyambut Hari Natal

Semuanya dimulai beberapa tahun yang lalu. Waktu itu beberapa minggu menjelang Natal. Keluarga kami sibuk menyiapkan keperluan liburan Natal. Suasana gembira terasa di mana-mana. Kedua anak kami, Adam, usia 3 tahun, dan Shannon, 8 tahun, dengan gembira memanggang kue untuk hari Natal. Saya pergi ke toko berbelanja untuk Natal. Dan suami saya, Larry, mencari pohon cemara yang baik. Di pintu muka tergantung hiasan Natal berupa bunga dan daun yang dipilin membentuk lingkaran, dan di dalam rumah, lilin serta daun untuk hiasan Natal menyempurnakan suasana pesta.

Tetapi pada suatu sore, setelah hari yang panjang yang penuh dengan kegiatan memanggang kue dan membungkus hadiah, saya berjalan ke ruang duduk, menghempaskan badan yang penat ke sofa yang empuk dan menumpangkan kaki saya yang letih di atas meja kecil. Keceriaan menyambut hari Natal sudah berubah menjadi keletihan dan sukacitanya perlahan-lahan memudar. Saya bertanya-tanya, "Di manakah suasana persiapan ini tersirat pesan bahwa Kristus telah datang ke dunia?" Kelihatannya keluarga kami begitu sibuk mempersiapkan perayaan Natal sehingga kami mungkin telah melupakan makna Natal yang sebenarnya.

Malam itu, saya menceritakan keprihatinan saya kepada Larry. "Bagaimana caranya supaya kita dapat memasukkan Kristus pada perayaan Natal?" saya bertanya kepadanya. Rupanya ia sependapat dengan saya, bahwa materialisme telah menguasai keluarga kami dan kami harus kembali memerhatikan hal yang rohani -- kedatangan Kristus.

Kami tidak membatalkan pesta Natal yang sudah kami persiapkan, tetapi kami menambahkan sesuatu yang berarti bagi kami semua. Kami mengeluarkan hiasan yang menggambarkan suasana di palungan dan menempatkannya di tempat yang jelas terlihat di ruang makan. Seperti biasanya, anak-anak mengeluarkan dengan hati-hati patung-patung hiasan yang disimpan sejak suami saya masih kecil, dan menempatkan patung-patung hiasan itu di sekeliling palungan.

Tetapi kami membiarkan tempat tidur bayi itu tetap kosong. Di dekat palungan, kami menaruh sebuah mangkuk kecil yang diisi dengan beberapa batang jerami. Karena semua tahu bayi memerlukan tempat tidur yang empuk dan nyaman, kami menjelaskan bahwa kami semua harus bersiap-siap untuk menyambut kedatangan bayi Yesus, dan kami akan mengisi tempat tidur-Nya dengan batang-batang jerami.

Lalu kami berdua mengemukakan bagian yang paling penting dari kebiasaan yang baru ini kepada mereka. "Memberikan hadiah pada hari Natal adalah suatu ungkapan kasih," jelas Larry. "Kalian juga dapat memberikan hadiah untuk bayi Yesus." Wajah mereka tampak berseri-seri.

"Benar," lanjut saya. "Kita tidak akan memberikan hadiah yang terbungkus dan berpita sambil berlutut di hadapan tempat tidur-Nya, tetapi kita mengungkapkan dengan berbuat baik untuk orang lain atas nama-Nya. Dan setiap kali kita berbuat baik untuk orang lain, kita akan menaruh jerami di tempat tidur yang masih kosong. Sebelum Natal tiba, kita semua sudah memberikan hadiah yang istimewa untuk bayi Yesus." Anak-anak kami mengangguk-angguk penuh semangat. Mereka ingin cepat-cepat memulainya.

Dalam minggu-minggu menjelang Natal, antisipasi istimewa ini menambah semarak suasana rumah kami. Kebaikan hati yang dilakukan diam-diam, palungan itu sedikit demi sedikit mulai terisi ....

Suatu sore, waktu saya pulang ke rumah, piring-piring kotor yang dipakai untuk sarapan sudah dicuci. Setelah seharian bermain kereta luncur di salju, Adam (dibantu ayahnya) diam-diam membersihkan kereta luncur Shannon. Telepon dari Nana memberitahukan bahwa anak-anak telah mengirimkan kartu Natal istimewa yang mereka gambar sendiri. Dan suatu pagi, ketika bangun, kami mendapati dua wajah bulat berseri-seri yang siap melayani kami dengan "sarapan di tempat tidur" dengan semangkuk susu dan beberapa sendok penuh "cereal"
(makanan yang terbuat dari gandum).

Demikianlah suasana ini terus berlanjut. Bahkan saya memergoki teman Adam berjingkat-jingkat masuk ke rumah meletakkan beberapa batang jerami. Kejutan-kejutan kecil tak pernah berhenti, tumpukan jerami yang semakin tebal membuat palungan itu tampak nyaman.

Dan di hari Natal, tempat tidur itu sudah penuh dengan jerami, dan dengan hati-hati, Shannon menempatkan bayi itu di atas kasur jerami yang sudah diisi dengan kasih. Setelah sarapan, kami berkumpul mengelilingi palungan, membawa kue yang istimewa dan menyanyikan lagu "Selamat Ulang Tahun" untuk Yesus.

Setiap tahun, kami mengulangi tradisi ini, dan setiap kali menjadi semakin istimewa. Waktu kami menyanyi untuk Dia di pagi hari Natal, kami mengingat kembali bahwa hari itu adalah hari kelahiran-Nya, dan kami sudah bersiap-siap menyambut kedatangan-Nya dan memberikan banyak hadiah sebagai ungkapan kasih kepada-Nya.

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku: Kisah Nyata Seputar Natal
Judul asli buku: The New Guideposts Christmas Treasury
Penulis: Lynne Laukhuf
Penerjemah: Ir. Ny. Christine Sujana
Penerbit: Yayasan Kalam Hidup, Bandung 1989
Halaman: 14 -- 16

KEKUATAN MEMBERI

Bacaan Firman Tuhan hari ini: I Raja-raja 17:7-16

Kunci untuk menerima mukjizat Tuhan adalah memberi. Prinsip ini yang dipraktekkan oleh nabi Elia dan janda di Sarfat. Tuhan mengutus nabi Elia ke Sarfat untuk bertemu seorang janda miskin yang hampir mati kelaparan. Ketika Elia meminta roti, si janda membalas, “Demi TUHAN, Allahmu, yang hidup, sesungguhnya tidak ada roti padaku sedikitpun, kecuali segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli. Dan sekarang aku sedang mengumpulkan dua tiga potong kayu api, kemudian aku mau pulang dan mengolahnya bagiku dan bagi anakku, dan setelah kami memakannya, maka kami akan mati,”(I Raja-raja 17:12). Setelah memberi, maka Tuhan menggenapi janjinya melalui nabi Elia, yang dikatakan bahwa, “Tepung dalam tempayan itu tidak habis dan minyak dalam buli-buli itu tidak berkurang seperti firman TUHAN yang diucapkanNya dengan perantaraan Elia,”(ayat 16). Itulah kekuatan dari memberi. Ketika kita memberi, sebenarnya kita sedang membuka tingkap-tingkap sorgawi untuk memberkati kita secara berkelimpahan.

Pokok doa hari ini:
Doakan keluarga Anda untuk mulai mempraktekkan kekuatan memberi.

Ayat hafalan minggu ini:
“Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna,”
(Matius 5:48).

SEPULUH ALASAN UNTUK PERCAYA BAHWA ALLAH MENAWARKAN HADIAH TERINDAH

Allah Senang Memberi Hadiah Jauh Sebelum Kita Dilahirkan
Pencipta kita telah membuktikan diri-Nya sebagai Pemberi yang luar biasa dari segala sesuatu, jauh lebih dari apa yang dapat kita bayangkan. Sebagai Bapa Surgawi, Dialah yang memberi, "setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna" (Yakobus 1:17). Ketika kita berkata bahwa "hal-hal terbaik dalam hidup adalah yang diperoleh dengan cuma-cuma", demikianlah kita mengakui bahwa ketika Allah memberikan hidup, persahabatan, dan keceriaan, Ia sedang menunjukkan bahwa tak ada yang dapat memberikan hadiah yang lebih baik dari apa yang diberikan-Nya. Meskipun pemberian terbaik-Nya sungguh berharga dan ditujukan dengan tepat untuk kebutuhan dan kebahagiaan kita, banyak yang berpikir bahwa pemberian itu tampaknya mustahil untuk menjadi kenyataan.

Hadiah Itu Sudah Dinyatakan di dalam Alkitab
Alkitab, buku yang paling banyak dikutip dibanding buku mana pun, menyatakan tentang hadiah luar biasa penuh misteri yang jauh melebihi apa pun yang pernah atau akan kita terima. Ketika dibuka, hadiah itu meliputi kedamaian pikiran, penerimaan, pengampunan, dan pengangkatan sebagai anak dalam keluarga surgawi, dan hidup yang kekal. Di dalam Alkitab, kesemuanya itu terdapat dalam satu paket yang dinamai keselamatan, dan disebut sebagai "karunia Allah" (Roma 6:23; Efesus 2:8-9).

Hadiah Itu Tidak Dapat Dibayar dengan Apa Pun
Pada umumnya, di berbagai bidang dalam hidup ini, kita bekerja keras untuk memeroleh rasa hormat, kepercayaan, dan kenaikan pangkat. Namun, tidaklah demikian dengan keselamatan yang merupakan hadiah sempurna dari Allah. Keselamatan tidak berasal dari usaha kita sendiri, tetapi merupakan kasih karunia; tidak diperoleh dengan upaya sendiri, tetapi dari memercayai; dan tidak didapat dengan mengusahakannya, tetapi dengan menerimanya. Rasul Paulus mengatakan, "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri" (Efesus 2:8-9). Dalam suratnya yang lain dalam Perjanjian Baru, Paulus menambahkan, "Pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya" (Titus 3:5).

Allah Sendiri yang Membayarnya
Jauh sebelum orang-orang majus datang membawa berbagai hadiah ke palungan Bethlehem, Pencipta kita telah memberikan karunia untuk memilih kepada kita. Mengetahui bahwa kasih yang bermakna haruslah disertai kerelaan, Ia memberi kita kebebasan untuk menerima atau menolak Dia. Akan tetapi, dari semula, Adam dan Hawa memilih untuk meninggalkan-Nya. Bukannya membiarkan mereka dalam pemberontakan, Ia justru menyatakan sebuah rencana penyelamatan, yaitu seseorang yang tak bersalah akan menjadi korban dan mati untuk yang bersalah. Pada waktu yang ditentukan sendiri oleh Allah dan dalam suatu tindakan yang berdampak kekal, Ia melakukan sesuatu yang hanya dapat dilakukan karena kasih -— Ia mengorbankan Anak-Nya untuk membayar dosa kita (Yohanes 1:29; Ibrani 10:5-10).

Ada Bukti Pembayarannya
Fakta sejarah adalah bukti yang kita pegang dari pembayaran yang dilakukan-Nya. Para nabi Yahudi menubuatkan seorang Mesias yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka (Yesaya 53; Daniel 9:26). Ketika Ia datang, para penulis Injil memberitahu kita bahwa Ia menyembuhkan yang sakit, membangkitkan yang mati, dan memberi harapan kepada yang tertindas. Kemudian Ia melakukan apa yang tak disangka-sangka oleh orang banyak. Bukannya memanfaatkan dukungan massa untuk memeroleh kekuasaan, dengan membisu Ia menerima hujatan para musuh-Nya, dan dengan rela, mati di tangan para tentara Romawi. Ia bangkit tiga hari kemudian dan berjalan keluar dari kubur yang terjaga ketat (Lukas 24:1-7). Para saksi mata dari Kristus yang telah bangkit ini memilih mati di tangan para musuh daripada menyangkali kebangkitan-Nya.

Hadiah Itu Dibungkus dengan Penuh Perhatian
Allah membungkus hadiah-Nya yang sempurna dalam nubuat-nubuat yang tergenapi, mukjizat-mukjizat yang disaksikan banyak orang, dan penyelamatan demi penyelamatan yang mengagumkan selama ribuan tahun lamanya. Kemudian setelah berabad-abad dalam penantian, Sang Penguasa Surga mengunjungi seorang gadis muda Yahudi bernama Maria, dan dalam mukjizat yang terbesar dari segala mukjizat, membungkus diri-Nya sendiri dalam rahim Maria. Dalam tahun-tahun berikutnya, diri-Nya secara ironis tidak dikenal, diperhatikan oleh para pengikut yang tidak meyakinkan, menimbulkan rasa iri dari para pemimpin agama, dan mengalami kematian yang membuat banyak orang sangat kecewa. Ketika semua hal sepertinya tidak lagi ada harapan, Allah membungkus hadiah-Nya dalam laporan penuh kegirangan dari para saksi yang mengumumkan sebuah berita yang tidak pernah diduga: kebangkitan dari kematian. Sebagai sentuhan akhir, Sang Pencipta mempercantik hadiah keselamatan tersebut dengan pelangi kebhinekaan, yakni semua orang dari setiap bangsa di dunia yang hati dan hidupnya telah diubahkan oleh kasih-Nya (Wahyu 5:9).

Hadiah Itu Diberikan Karena Anugerah Allah
Bagi mereka yang telah menerima tawaran belas kasihan Allah, Rasul Paulus menulis, "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan
hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri" (Efesus 2:8-9). Paulus pernah berusaha menyenangkan hati Allah dengan caranya sendiri (Filipi 3:3-9). Sekarang ia ingin agar para pembaca tulisannya mengetahui apa yang telah diketahui olehnya, bahwa hanya oleh kasih karunia Allah sajalah para malaikat di surga menyambut para pemberontak, yang telah jatuh dan hancur, untuk masuk ke dalam keluarga dan hadirat Allah yang kekal. Dalam suratnya yang lain, Paulus menggambarkan perbedaan antara Adam, yang menyebarkan dosa dan kematian kepada keturunannya, dengan Kristus, yang membawa kasih karunia dan hidup kepada semua yang percaya kepada-Nya. Ia menulis, "Tetapi karunia Allah tidaklah sama dengan pelanggaran Adam. Sebab, jika karena pelanggaran satu orang semua orang telah jatuh di dalam kuasa maut, jauh lebih besar lagi kasih karunia Allah dan karunia-Nya, yang dilimpahkan-Nya atas semua orang karena satu orang, yaitu Yesus Kristus" (Roma 5:15).

Hadiah Itu Hanya Dapat Diterima dengan Iman
Berikut adalah kata-kata Paulus yang dipilih dengan hati-hati untuk jemaat Efesus, "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman." Dalam ungkapan yang mengandung syarat ini, kita diingatkan bahwa Allah datang hanya ketika Ia diundang. Allah, yang menginginkan kita mengalami kebahagiaan dalam keluarga-Nya yang kekal, mengetuk pintu hati kita dengan lembut, menunggu kita untuk menyambut-Nya masuk ke dalam hidup kita (Yohanes 1:12). Karena itu, Yohanes mengatakan, "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal" (Yohanes 3:16).

Hadiah Itu Tersedia bagi Siapa Saja yang Bersedia Menerimanya
Kebanyakan yang menjadi sahabat Yesus adalah para nelayan, bukan cendekiawan. Salah satunya pernah menjadi pemungut cukai. Ada juga yang pernah dirasuki setan. Ada yang pernah menjual dirinya untuk mencari nafkah. Yang menyatukan mereka semua adalah kerelaan untuk menerima hadiah dari Allah. Bahkan dalam saat-saat-Nya yang terakhir, saat tergantung di atas kayu salib di antara dua orang penjahat, Yesus memberikan karunia hidup kekal. Salah seorang di antara penjahat itu mencemooh-Nya dan berkata, "Bukankah Engkau adalah Kristus? Selamatkanlah diri-Mu dan kami!" Namun, penjahat yang satunya menegur dia, katanya: "Tidakkah engkau takut, juga tidak kepada Allah, sedang engkau menerima hukuman yang sama? Kita memang selayaknya dihukum, sebab kita menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita, tetapi orang ini tidak berbuat sesuatu yang salah." Lalu ia berkata, "Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja." Hanya karena keselamatan adalah hadiah berupa kasih karunia, maka Yesus dapat berkata kepadanya: "Sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus" (Lukas 23:39-43).

Hadiah Itu Menimbulkan Ucapan Syukur
Mereka yang tidak bersedia meminta tolong sering kali berbangga diri karena tak pernah merasa berutang pada siapa pun. Namun, mereka yang mau mengakui kebutuhan rohaninya menemukan sesuatu yang lebih bermakna daripada sikap tidak membutuhkan siapa-siapa itu. Mereka termasuk dalam jalinan orang-orang yang mengucap syukur karena mengetahui bahwa mereka berutang budi kepada orang lain. Mereka yang telah diselamatkan dari mobil atau gedung yang terbakar oleh petugas
pemadam kebakaran yang berani atau seorang tak dikenal, mengetahui apa artinya menjalani sisa hidup mereka dengan perasaan syukur yang mendalam. Demikianlah juga mereka yang mengetahui bahwa dirinya telah diselamatkan oleh kasih karunia Allah dari api penghakiman, memunyai alasan untuk menjalani sisa hidup mereka dengan ucapan syukur yang meluap-luap kepada Allah (Efesus 2:10). Tak ada hal lain yang dapat menimbulkan senyum di wajah kita atau kasih di hati kita lebih daripada kesadaran bahwa segala sesuatu yang kita butuhkan telah diberikan kepada kita di dalam hadiah yang sempurna dari Allah.

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku: Santapan Rohani Edisi Natal -- Hadiah Terindah
Penulis: Tidak dicantumkan
Penerbit: RBC Ministries, Jakarta 2007

BERTUMBUH DI DALAM KETUJUH KEKUATAN DIMULAI DARI MENGELOLA

Bacaan Firman Tuhan hari ini: Lukas 6:37-42

M1(Menerima):
Setelah 7 minggu kita mempelajari 7 kekuatan yakni (mengelola, memberi, bekerja, hikmat, bergantung, berkata-kata dan bersyukur), maka sekarang kita perlu menyelidiki kekuatan manakah yang paling kecil, dan kekuatan manakah yang sudah bertumbuh dalam kita. Kekuatan-kekuatan yang telah bertumbuh perlu dipertahankan dan dikembangkan. Lalu, kita perlu untuk memperbesar kekuatan-kekuatan yang paling kecil dan memaksimalkannya. Jikalau kita membaca Filipi 2:1-11 untuk mempraktekkannya, maka kita akan bertumbuh ke arah kepenuhan Kristus di dalam ketujuh kekuatan yang ada. Paulus berkata, “Karena itu, sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan...,”(Filipi 2:2). Apakah tujuan kita? Kita menjadi sempurna seperti Yesus. Mengapa? Sebab Yesus berkata, “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna,”(Matius 5:48).

4M minggu ini, kita akan merenungkan kembali ketujuh kekuatan yang ada. Dimulai dari KEKUATAN MENGELOLA dari berbagai sisi kehidupan kita, supaya berkenan di hadapan Tuhan.

Pokok doa hari ini:
Doakanlah orang-orang Kristen untuk bertumbuh di dalam ketujuh kekuatan yang ada.

Ayat hafalan minggu ini:
“Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna,”(Matius 5:48).

MENGAPA KITA HARUS BERSYUKUR?

Bacaan Firman Tuhan hari ini: Kolose 2:6-15.

Banyak orang mempunyai berbagai alasan untuk tidak bersyukur atas hidup yang Tuhan beri. Mereka beralasan bahwa bagaimana mereka akan bersyukur kalau hidup mereka saja penuh dengan pergumulan yang tidak habis-habisnya. Padalah, ketika seseorang bersyukur kepada Tuhan dalam segala hal, maka ia sedang membuka “KRAN” iman untuk mengalami mukjizat Tuhan. Jika berkat-berkat Allah diumpamakan sebagai air yang ada dalam tangki air yang besar, maka iman adalah bagaikan saluran yang dapat mengalirkan air tersebut, sedangkan syukur adalah pembuka krannya. Ketika kran dibuka, maka berlimpahlah berkat Tuhan atas kita. William Cutts berkata, “Betapa sia-sianya manusia berusaha keras untuk menutup pintu yang tetap dibuka oleh Allah yang mahakuasa.” Jangan tutup pintu yang telah dibuka oleh Allah yang Mahakuasa dengan cara tidak bersyukur. Orang yang bersyukurlah yang akan membuka kran imannya untuk menerima berkat Tuhan.

Pokok doa hari ini:
Doakan keluarga Anda untuk memperkatakan firman Allah melalui mulut mereka.

Ayat hafalan minggu ini:
“Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu,” (I Tesalonika 5:18).

Monday, November 24, 2008

Burung Adalah Pekerja Keras

Jam kerja kita tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan jam kerja burung, apalagi jika dilihat dari keseriusan kerjanya. Mengapa? Karena beberapa jenis burung bekerja di musim panas selama sembilan belas jam sehari. Tanpa mengenal lelah mereka melahap semua serangga yang ada!

Burung Murai bangun sekitar jam 2.30 setiap pagi. Dia mengepakkan sayapnya dan langsung mulai bekerja saat itu juga, dan tidak berhenti hingga jam 21.30 malam. Total 19 jam! Selama waktu itu ia memberi makan kepada anak-anaknya sebanyak 206 kali sehari, bolak-balik!

Burung Hitam mulai bekerja pada waktu yang hampir bersamaan dengan burung Murai, tetapi ia berhenti lebih awal. Burung Hitam mulai berkicau jam 7.30 pagi. Dan dalam jangka waktu jam kerja selama 17 jam, ia bolak-balik sebanyak 100 kali memberi anaknya makan.

Burung Tikus bangun sekitar jam 3.00 pagi dan berhenti kerja jam 21.00 malam. Burung Tikus adalah pekerja yang sangat cekatan. Selama bekerja 18 jam itu, ia bisa menghidangkan ke hadapan anak-anaknya ulat bulu sebanyak 417 ekor! Semua itu dikerjakannya di hari yang panas dengan ketekunan yang luar biasa!

Didalam kehidupan sehari-hari, banyak orang yang salah menasirkan ayat yang mengatakan, "Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?" Mereka menafsirkan "tidak menabur dan tidak menuai" artinya tidak sesukses orang-orang dunia yang memang giat bekerja. Mereka mengharapkan Tuhan memberi mereka makan secara ajaib tanpa perlu kerja keras. Ini penafsiran yang keliru! Bila kita simak dengan teliti maka hal yang ingin ditekankan oleh Tuhan Yesus adalah hal jangan kuatirnya, seperti halnya burung yang tidak pernah kuatir akan makanannya, namun hari lepas hari mereka bekerja mencari makanan mereka dan mereka mendapatkannya. Menanggapi pendapat banyak orang Kristen bahwa kita tidak perlu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan pokok kita, J.G. Holland berkata, "Allah memberikan setiap burung makanannya, tetapi Ia tidak meletakannya di sarangnya." Artinya kita harus berusaha dan bekerja untuk dapat hidup didunia ini, kita tidak bisa hanya berpangku tangan saja dan berdoa minta Tuhan menurunkan berkatNya secara ajaib dari Sorga. Kita perlu merenungkan juga apa yang dikatakan oleh Stephen Leacock berikut ini, "Saya sangat percaya pada keberuntungan, dan saya melihat, semakin keras saya bekerja semakin banyak keberuntungan yang saya peroleh."

Mari kita belajar dari burung yang mau bekerja keras dan tidak pernah kuatir.

Sebuah Baut Kecil

Sebuah baut kecil, bersama ribuan baut seukurannya dipasang untuk menahan lempengan-lempengan baja di lambung sebuah kapal besar. Saat melintasi samudera Hindia yang ganas, baut kecil itu terancam lepas. Hal itu membuat ribuan baut lain terancam lepas pula.

Baut-baut kecil lain berteriak menguatkan, "Awas! Berpeganglah erat-erat! Jika kamu lepas kami juga akan lepas!" Teriakan itu didengar oleh lempengan-lempengan baja yang membuat mereka menyerukan hal yang sama. Bahkan seluruh bagian kapal turut memberi dorongan semangat pada satu baut kecil itu untuk bertahan. Mereka mengingatkan bahwa baut kecil itu sangat penting bagi keselamatan kapal. Jika ia menyerah dan melepaskan pegangannya, seluruh isi kapal akan tenggelam. Dukungan itu membuat baut kecil kembali menemukan arti penting dirinya di antara komponen kapal lainnya. Dengan sekuat tenaga, ia pun berusaha tetap bertahan demi keselamatan seisi kapal.

Sayang, dunia kerja seringkali berkebalikan dengan ilustrasi di atas. Kita malah cenderung girang melihat rekan sekerja "jatuh", bahkan kita akan merasa bangga apabila kita sendiri yang membuat rekan kerja gagal dalam tanggung jawabnya. Jika itu dibiarkan, artinya perpecahan sedang dimulai dan tanpa sadar kita menggali lubang kubur sendiri. Apa yang disebut gaya hidup seorang Kristen seakan tidak berlaku di tempat kerja. Padahal setiap tindakan yang kita lakukan akan selalu disorot oleh Sang Atasan.

Bagaimana sikap kita dengan rekan kerja? Mungkin saat rekan kerja menghadapi masalah, kita menganggap itu risiko yang harus ia hadapi sendiri. Tapi sebagai tim, kegagalan satu orang akan selalu membawa dampak pada keseluruhan. Jadi mengapa kita harus saling menjatuhkan? Bukankah hasilnya tentu jauh lebih baik jika kita saling mendukung dan bekerjasama menghadapi persoalan? Kita adalah satu tubuh. Jika satu anggota mengalami masalah, yang lainnya harus mendorong dan menguatkannya. Jangan sampai masalah yang dialami rekan kerja malah membuat kita senang. Tapi baiklah kita berseru, "Berpeganglah erat-erat! Tanpa kamu, kami akan tenggelam!"

Kegagalan atau kesuksesan rekan sekerja akan selalu mempengaruhi diri kita juga.

Hidup Adalah Pilihan

"benar-benar artikel yang menarik tentang sebuah pilihan hidup."

Ada 2 buah bibit tanaman yang terhampar di sebuah ladang yang subur.
Bibit yang pertama berkata, "Aku ingin tumbuh besar. Aku ingin menjejakkan akarku dalam-dalam di tanah ini, dan menjulangkan tunas-tunasku di atas kerasnya tanah ini. Aku ingin membentangkan semua tunasku, untuk menyampaikan salam musim semi. Aku ingin merasakan kehangatan matahari, dan kelembutan embun pagi di pucuk-pucuk daunku."

Dan bibit itu tumbuh, makin menjulang.

Bibit yang kedua bergumam. "Aku takut. Jika kutanamkan akarku ke dalam tanah ini, aku tak tahu, apa yang akan kutemui di bawah sana. Bukankah disana sangat gelap? Dan jika kuteroboskan tunasku keatas, bukankah nanti keindahan tunas-tunasku akan hilang? Tunasku ini pasti akan terkoyak. Apa yang akan terjadi jika tunasku terbuka, dan siput-siput mencoba untuk memakannya? Dan pasti, jika aku tumbuh dan merekah, semua anak kecil akan berusaha untuk mencabutku dari tanah. Tidak, akan lebih baik jika aku menunggu sampai semuanya aman."

Dan bibit itupun menunggu, dalam kesendirian.

Beberapa pekan kemudian, seekor ayam mengais tanah itu, menemukan bibit yang kedua tadi, dan mencaploknya segera.

Renungan :
Hidup adalah pilihan. 2 sisi yang berbeda, tidak searah, dan bertolak belakang.Masing-masing punya kekuatan dan kelemahannya. dan tidak ada yang hanya memiliki segi positifnya saja.

Menentukan pilihan bagaikan bermain judi, penuh spekulasi, salah sedikit, kita akan masuk ke keadaan yang tidak menyenangkan. Namun itu bukanlah akhir dari segalanya, karena inilah hidup. Kita harus berani untuk menghadapinya.

Hidup seperti koin yang bersisi dua, setiap saat penuh dengan teka-teki dan misteri. Namun sebagai orang bijak, pilihan harus diambil dengan ketulusan hati nurani..... DAN JANGAN MENYESAL !!!!! karena tidak ada orang yang sukses di muka bumi ini, tanpa pilihan-pilihan hidup yang salah.

Memang, selalu saja ada pilihan dalam hidup. Selalu saja ada lakon-lakon yang harus kita jalani. Namun, seringkali kita berada dalam kepesimisan, kengerian, keraguan, dan kebimbangan-kebimbangan yang kita ciptakan sendiri. Kita kerap terbuai dengan alasan-alasan untuk tak mau melangkah, tak mau menatap hidup. Karena hidup adalah pilihan maka hadapilah itu dengan gagah. Dan karena hidup adalah pilihan maka pilihlah dengan bijak.

Sukses adalah rangkaian kebijaksanaan dalam hidup dan perbuatan. Dan Sukses adalah keberanian untuk memilih dan menjalankan pilihan tersebut.
Tuesday, November 18, 2008

Sayang, kamu ingin apa?

Dua orang yang baik, tapi mengapa perkawinan tidak berakhir bahagia

Ibu saya adalah seorang yang sangat baik. Sejak kecil saya melihatnya begitu gigih menjaga keutuhan keluarga. Ia selalu bangun dini hari dan memasak bubur yang panas untuk ayah karena lambung ayah yang tidak baik, sehingga pagi hari hanya bisa makan bubur. Setelah itu, ia masih harus memasak sepanci nasi untuk kami anak-anaknya karena kami sedang dalam masa pertumbuhan dan perlu makan nasi. Dengan begitu kami tidak akan lapar seharian di sekolah. Setiap sore ibu selalu membungkukkan badannya menyikat panci. Setiap panci di rumah kami bisa dijadikan cermin, tidak ada noda sedikitpun.

Menjelang malam dengan giat ibu membersihkan lantai, mengepel seinci demi seinci sehingga lantai di rumah tampak lebih bersih dibandingkan sisi tempat tidur orang lain. Tiada debu sedikitpun meski kami berjalan dengan kaki telanjang. Ibu saya adalah seorang wanita yang sangat rajin. Namun di mata ayahku, ia (ibu) bukanlah pasangan yang baik.

Dalam proses pertumbuhan saya, tidak hanya sekali, ayah selalu menyatakan kesepiannya dalam perkawinan dan tidak memahami ibu. Ayah saya adalah seorang laki-laki yang bertanggung jawab. Ia tidak merokok, tidak minum-minuman keras, serius dalam pekerjaan, setiap hari berangkat kerja tepat waktu, bahkan saat liburpun masih mengatur jadwal sekolah anak-anak dan mengatur waktu istirahat anak-anak. Ia adalah seorang ayah yang penuh tanggung jawab, selalu mendorong kami anak-anaknya untuk berprestasi dalam pelajaran. Ia suka main catur, membuat kaligrafi dan suka larut dalam dunia buku-buku kuno. Ayah saya adalah seorang laki-laki yang baik. Di mata kami anak-anaknya, ia maha besar seperti langit, menjaga kami, melindungi kami dan mendidik kami. Hanya saja di mata ibuku, ia juga bukan seorang pasangan yang baik.

Dalam proses pertumbuhan saya, kerap kali saya melihat ibu menangis terisak secara diam-diam di sudut halaman. Ayah menyatakannya dengan kata-kata, sedangkan ibu dengan aksi untuk menyatakan kepedihan yang mereka jalani di dalam perkawinan. Dalam proses pertumbuhan, aku melihat juga mendengar ketidakberdayaan dalam perkawinan ayah dan ibu sekaligus merasakan betapa baiknya mereka, dan mereka layak mendapatkan sebuah perkawinan yang baik. Sayangnya, dalam masa-masa keberadaan ayah di dunia, kehidupan perkawinan mereka lalui dalam kegagalan. Sedangkan aku juga tumbuh dalam kebingungan, dan aku bertanya pada diriku sendiri: Dua orang yang baik mengapa tidak diiringi dengan perkawinan yang bahagia?

Pengorbanan yang dianggap benar

Setelah dewasa saya akhirnya memasuki usia perkawinan. Dan secara perlahan-lahan saya pun mengetahui akan jawaban ini. Di masa awal perkawinan, saya juga sama seperti ibu, berusaha menjaga keutuhan keluarga. Menyikat panci dan membersihkan lantai, dengan sungguh-sungguh berusaha memelihara perkawinan sendiri. Anehnya, saya tidak merasa bahagia dan suamiku sendiri sepertinya juga tidak bahagia. Saya merenung, mungkin lantai kurang bersih atau masakan yang tidak enak. Lalu dengan giat saya membersihkan lantai lagi, dan memasak dengan sepenuh hati.

Namun rasanya, kami berdua tetap saja tidak bahagia. Hingga suatu hari ketika saya sedang sibuk membersihkan lantai, suami saya berkata, "Istriku, temani aku sejenak mendengarkan alunan musik!" Dengan mimik tidak senang saya berkata, "Apa kamu tidak melihat masih ada separuh lantai lagi yang belum dipel?" Begitu kata-kata ini terlontar, saya pun termenung. Kata-kata ini sangat tidak asing di telinga saya. Dalam perkawinan ayah dan ibu saya, ibu juga kerap berkata seperti itu kepada ayah. Saya sedang mempertunjukkan kembali perkawinan ayah dan ibu, sekaligus mengulang kembali ketidakbahagiaan dalam perkawinan mereka. Ada beberapa kesadaran muncul dalam hati saya. "Apa yang kamu inginkan?" Saya hentikan sejenak pekerjaan saya, lalu memandang suamiku dan teringat akan ayah saya. Ia tidak mendapatkan pasangan yang dia inginkan dalam perkawinannya sewaktu ibu menyikat panci lebih lama daripada menemaninya. Terus- menerus mengerjakan urusan rumah tangga adalah cara ibu dalam mempertahankan perkawinan. Ia memberi ayah sebuah rumah yang bersih, namun jarang menemaninya. Ia sibuk mengurus rumah. Ia berusaha mencintai ayah dengan caranya, dan cara ini adalah mengerjakan urusan rumah tangga. Dan saya juga menggunakan caraku, berusaha mencintai suamiku, dengan cara yang sama seperti ibu.

Perkawinan saya sepertinya tengah melangkah ke dalam sebuah cerita 'Dua orang yang baik mengapa tidak diiringi dengan perkawinan yang bahagia?' Kesadaran saya membuat saya mengambil keputusan (pilihan) yang sama. Saya hentikan sejenak pekerjaan saya, lalu duduk di sisi suami menemaninya mendengarkan musik. Dan dari kejauhan saat memandangi kain pel di atas lantai, saya seperti menatapi nasib ibu.

Saya bertanya pada suamiku, "Apa yang kamu butuhkan?", "Aku membutuhkanmu untuk menemaniku mendengarkan musik. Rumah kotor sedikit tidak apa-apalah. Nanti saya carikan pembantu untukmu. Dengan begitu kau bisa menemaniku!" ujar suamiku. "Saya kira kamu perlu rumah yang bersih, ada yang memasak untukmu, ada yang mencuci pakaianmu...." dan saya mengatakan sekaligus serentetan hal-hal yang dibutuhkannya. "Semua itu tidak penting!" ujar suamiku. "Yang paling kuharapkan adalah kau bisa lebih sering menemaniku."

Ternyata sia-sia semua pekerjaan yang saya lakukan. Hal ini membuat saya benar-benar terkejut. Kami meneruskan menikmati kebutuhan kami masing-masing, dan baru saya sadari ternyata dia juga telah banyak melakukan pekerjaan yang sia-sia. Kami memiliki cara masing-masing bagaimana saling mencintai, namun bukannya cara pasangan kami.

Jalan kebahagiaan

Semenjak saat itu, saya menderetkan sebuah daftar kebutuhan suami dan meletakkannya di atas meja buku. Begitu juga dengan suamiku, dia menderetkan sebuah daftar kebutuhanku. Puluhan kebutuhan yang panjang lebar dan jelas, seperti misalnya waktu senggang menemani pasangan mendengarkan musik, saling memeluk kalau sempat, setiap pagi memberi sentuhan selamat jalan bila berangkat dan lain-lain.

Beberapa hal cukup mudah untuk dilaksanakan, tapi ada juga yang cukup sulit. Misalnya: 'Dengarkan aku, jangan memberi komentar'. Ini adalah kebutuhan suami. Kalau saya memberinya usul, dia bilang saya akan membuat dirinya tampak seperti orang bodoh. Menurutku ini benar-benar masalah gengsi laki-laki. Tapi saya mentaati suami untuk tidak memberikan usul, kecuali dia bertanya pada saya. Kalau tidak saya hanya boleh mendengarkan dengan serius, menurut sampai tuntas. Demikian juga ketika salah jalan. Bagi saya ini benar-benar sebuah jalan yang sulit dipelajari, namun jauh lebih santai daripada mengepel. Dan dalam kepuasan kebutuhan kami ini, perkawinan yang kami jalani juga kian hari semakin penuh daya hidup.

Saat saya lelah, saya memilih beberapa hal yang gampang dikerjakan. Misalnya menyetel musik ringan. Dan kalau lagi segar bugar, saya merancang perjalanan ke luar kota. Menariknya, pergi ke taman flora adalah hal yang merupakan kebutuhan kami bersama. Setiap kali ada pertikaian, kami selalu pergi ke taman flora. Dan aktivitas itu selalu bisa meredakan gejolak hati masing-masing. Sebenarnya kami saling mengenal dan mencintai juga dikarenakan kesukaan kami pada taman flora, lalu bersama kami menapak ke tirai merah perkawinan. Kembali ke taman bisa mengembalikan suasana hati yang saling mencintai bertahun-tahun silam.

Bertanyalah pada pasangan, 'Apa yang kau inginkan'. Kata-kata ini telah menghidupkan sebuah jalan kebahagiaan lain dalam perkawinan. Keduanya akhirnya melangkah ke jalan bahagia. Kini saya tahu kenapa perkawinan ayah ibu tidak bisa bahagia. Mereka terlalu bersikeras menggunakan cara sendiri dalam mencintai pasangannya, bukan mencintai pasangannya seperti keinginan pasangannya sendiri. Diri sendiri lelahnya setengah mati, namun pasangan tidak dapat merasakannya. Akhirnya ketika menghadapi penantian perkawinan, hati ini juga sudah kecewa dan hancur.

Karena Tuhan telah menciptakan perkawinan, maka menurut saya setiap orang pantas dan layak memiliki sebuah perkawinan yang bahagia asalkan cara yang kita pakai itu tepat, menjadi orang yang dibutuhkan pasangannya! Bukannya memberi atas keinginan kita sendiri. Perkawinan yang baik pasti dapat kita harapkan.


Sumber : Erabaru (Sumber Secret China)

Menangani Perselisihan dengan Pasangan

"Dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga." Filipi 2:3-4.

Saya bisa menjamin bahwa satu hal yang pasti dialami oleh pasangan manapun adalah konflik. Konflik merupakan bagian yang normal dalam sebuah hubungan, karena itu sangat penting untuk kita belajar bagaimana menyelesaikannya tanpa menimbulkan luka emosional. Menyelesaikan setiap konflik dengan pasangan mungkin tampak tidak mungkin pada awalnya. Anda mungkin berpikir, "Yah, kamu tidak tahu sih pasanganku seperti apa..." Bagaimanapun juga, dengan melakukan hal-hal penting ini, anda tidak hanya dapat meningkatkan kemampuan anda untuk menyelesaikan konflik, namun juga bisa menurunkan tingkat luka emosional yang ditimbulkannya. Istri saya, Erin dan saya menemukan ini pada saat kami sedang mengalami puncak dari satu konflik yang terjadi.

Selama masa belajar saya untuk gelar Doktor, saya diminta untuk mengambil sebuah kelas riset. Saya tahu bahwa saya berada dalam masalah saat di pertemuan kelas yang pertama, profesor pengajar saya membicarakan tentang sederet daftar konsep-konsep statistik dan formula-formula yang kami harus tahu. Perut saya semakin sakit saat saya merasa tidak pernah mendengar istilah-istilah yang dia katakan. Saya pulang ke rumah dan memberitahu Erin bahwa saya tidak akan mengikuti kelas itu. Namun Erin berpikir bahwa berhenti dari kelas itu bukanlah jawabannya, dan dimulailah perselisihan itu.

Konflik itu bisa saja berlangsung lebih lama kalau putri saya, Taylor, yang baru berusia 2 tahun tidak ikut campur, "Cukup semuanya!" dia berteriak dan mendorong saya mundur dengan sendok kayu. Kejutan karena ditegur oleh seorang anak yang berusia 2 tahun menyebabkan kami berdua tertawa. Waktu saat-saat tegang itu sudah reda, Erin dan saya menyadari bahwa ketidaksetujuan kami satu sama lain telah menyebabkan luka secara emosional. Sudah jelas bahwa kami tidak melakukan apa yang ada dalam Filipi 2 dan saling menghormati satu sama lain. Sebagai hasilnya, kami menggunakan langkah-langkah berikut ini untuk menyelesaikan konflik kami.

Time Break!

Bagi banyak pasangan, saat beradu argumen adalah saat-saat dimana emosi sedang berada pada tingkat tinggi. Karena hal itu dapat menyebabkan kita sulit untuk berpikir jernih, perpisahan secara fisik (adanya jarak secara fisik) anda dan pasangan untuk sementara waktu dapat membantu menstabilkan emosi anda. Namun, jangan pernah meninggalkan pasangan anda tanpa sebelumnya memberi penjelasan atau tanpa persetujuan untuk membahas diskusi tersebut setelah anda berdua menjadi tenang kembali.

Berkomunikasi untuk Mengungkapkan Kebutuhan-kebutuhan Tersembunyi

Erin dan saya tidak akan pernah dapat menyelesaikan ketidaksetujuan kami masing-masing tanpa membuat transisi dari konflik yang intens kepada komunikasi yang terarah. Dengan kata lain, kami perlu melalui perdebatan dan keegoisan menuju kepada dialog yang produktif. Cara terbaik untuk melakukan ini ditemukan pada Yakobus 1:19 "... ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah." Mulailah komunikasi anda dengan tujuan untuk saling mendengarkan dan mengerti satu sama lain. Selagi anda berusaha untuk menjelaskan konflik yang sedang terjadi, ulangilah apa yang pasangan anda katakan dengan bahasa atau kata-kata anda sendiri, posisikan diri anda sebagai pasangan anda. Dengarkanlah secara aktif dan mengerti akan apa yang dikatakan pasangan anda. Jika dilakukan secara bergantian, hal ini akan memperlambat proses dan mengijinkan masing-masing merasa didengarkan dan dimengerti.

Setelah percakapan mulai nyaman (bisa saling mendengarkan dan saling mengerti), cobalah untuk mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan yang tersembunyi. Masing-masing dari kami (Erin dan saya) mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang sulit untuk diekspresikan. Saya tidak mau menghabiskan waktu tambahan untuk menjalani kelas yang sulit, sementara Erin ingin agar kami berdua bisa menyelesaikan pendidikan kami tepat waktu. Mengenali kebutuhan-kebutuhan tersembunyi itu sangat penting bagi kita untuk menemukan solusi dari konflik yang terjadi. Pertanyaan-pertanyaan seperti berikut ini akan dapat membantu anda untuk mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan yang tersembunyi, "Apa yang sebenarnya sedang terjadi?" atau "Apa yang harus berubah atau apa yang harus terjadi untuk memenuhi kebutuhanmu?"

Menciptakan "Win-win" Solution

Sekali emosi anda telah stabil dan komunikasi yang positif telah terbangun, langkah ketiga dalam menyelesaikan konflik adalah dengan menemukan "win-win" solution. Ini bukan sepenuhnya sama dengan kompromi. Terkadang berkompromi menciptakan solusi jangka pendek dimana setiap orang yang terlibat tidak merasa senang dengan hasilnya, selain itu mungkin saja masalah-masalah yang lebih penting malah justru terabaikan. Dalam situasi "win-win", kebutuhan kedua pihak terpenuhi. Dalam konflik kami berdua, "win-win solution" ditemukan ketika kami memutuskan bahwa saya akan bertanya pada 2 orang profesor yang berbeda tentang pendapat mereka jika saya melewatkan kelas itu. Setelah mencari nasehat bijak, kami berdua merasa bahwa keputusan yang tepat adalah saya tetap mengambil kelas itu. Setelah dijalani, ternyata saya mendapat nilai "A", dan sekali lagi, Erin ternyata benar! "Win-win solution" dapat diciptakan dengan cara dan bentuk yang berbeda-beda. Cara-cara seperti "brainstorming" dan daftar pro-kontra dapat digunakan dan biasanya cukup efektif.

Resolusi

Setelah menemukan "win-win solution", proses resolusi belum selesai sampai anda memastikan bahwa ada pengampunan di antara anda dan pasangan. Langkah ini sangat penting karena luka emosional dapat terjadi saat kemarahan atau kekesalan masih berlanjut setelah konflik berakhir. Meskipun perasaan tersakiti hanya sekali setelah adu argumen selesai, sangatlah penting untuk tidak membiarkan matahari terbenam sebelum amarah anda padam (Efesus 4:26). Karena itu, cobalah untuk mengidentifikasikan kontribusi anda dalam masalah itu dan mintalah pengampunan.

Ketika semua itu tidak berhasil...

Jika anda telah melakukan hal-hal di atas dan tidak berhasil menyelesaikan konflik, atau jika anda telah lelah secara fisik dan emosional, mungkin sudah waktunya untuk mencari pertolongan seperti konselor atau pastor, yang dapat mnjadi penengah dan dapat menolong terjadinya rekonsiliasi. Ingatlah: "Jalan orang bodoh lurus dalam anggapannya sendiri, tetapi siapa mendengarkan nasihat, ia bijak." (Amsal 12:15).